Learning Is Good, Sharing is Better


oleh : Sayogo Kertodikromo (HPI DPC Bantul - Yogyakarta) 

“Bro, perda pramuwisata DIY 2020 sudah disahkan, pemahaman budaya menjadi syarat Pramuwisata di DIY”, bunyi teks di WA dari kawan Guide Angkatan Diklat HPI DIY tahun 2015 (G-15) sore tadi. “Iya, baguslah, ini Jogja. Kita ikuti peraturan yang ada Bung” jawabku. Lalu dikirimkannya tautan berita ketentuan pemahaman budaya menjadi syarat utama Pramuwisata Jogja dari koran Harian Jogja, 1 Juli 2020 http://harianjogja.com/

 Belum selesai menjawab ada panggilan telepon darinya. Setengah jam dia berbicara tentang isi Perda Jasa Pramuwisata 2020. Karena lama tak jumpa, dia pun banyak cerita tentang kegiatannya di masa pendemi sekarang ini. Setelah ngomong ngalor ngidul dia pun menyinggung editorial MC News. “Aku baru saja membuka MC News. Editorial berjudul Role Model Guiding itu menarik sekali.” “Aku setuju dengan kalimat pertama paragraf kedua di editorial itu,”ujarnya penuh semangat. “Sama persis dengan yang saya renungkan selama ini,” imbuhnya dengan suara mantap.



Tour guide harus berkarakter dan berkualitas bukan hanya menunggu order atau dinilai dari banyaknya Guide Order yang diterima. Jika memilih, pilih kualitas bukan kuantitas Bro. Guiding selama dua minggu hasilnya sama atau lebih besar dari mereka yang sebulan, mengapa tidak, ya toh Bro” tanyanya. “Selain besaran guide fee ada prestise juga. Itu tidak bisa dinilai dengan uang,” imbuhnya. Ah, kawan yang satu ini memang beda, ia idealis. Pantas saja ia sekarang menjadi seorang Trip Leader dari salah satu travel agent asing yang bonafid. Tulisan ini hadir juga akibat kalimat retoris ucapannya sebelum mengakhiri perbincangan, kapan acara sinau bareng lagi?.

Semenit kemudian saya membuka laptop dan membaca lagi editorial yang menjadi perhatian kawan saya ini. Di sana ditulis“Teman, saat ini terlalu sedikit Pramuwisata yang berkarakter, memiliki muru’ah dan harga diri,” mak nyes benar sekali ini. “Menarik” kataku dalam hati. 

Menyinggung acara sinau bareng, penulis dan rekan-rekan G-15 pernah mengadakan acara (4/3/2020) berjudul “Sinau Bareng Pendalaman Materi Wayang dan Upgrading Guiding Skill and Knowledge”. Tujuan utamanya adalah peningkatan dan transfer knowledge dari sejawat-senior-ahli khususnya tentang wayang. Nara Sumber oleh Ki Darminto seorang dalang Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat didampingi senior tour guide pemilik studio “Suryo Laras” Prambanan. Acara ini dihadiri pemandu wisata HPI lintas divisi dan angkatan, sayang agenda maret berikutnya dibatalkan pandemi Covid-19.

Wayang adalah pertunjukan seni teater berdurasi 9-10 jam yang melibatkan kolaborasi berbagai jenis seni seperti; seni lantunan suara yang dimainkan oleh waranggono, musik dimainkan wiyogo, puisi dibacakan dalang ketika bercerita seperti ia sedang berpuisi. Selain sebagai tontonan hiburan juga sebagai “tuntunan” pendidikan, khususnya suluh rohani dan budi pekerti. Bisa dikatakan pertunjukan wayang merupakan seni tertinggi paling komplek di dunia, bahkan tidak ada bandingannya.

 


Maka UNESCO menetapkan wayang sebagai pertunjukan bayangan boneka tersohor asal Indonesia, sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada 7 November 2003. Mengapa wayang dikagumi dunia bahkan sampai diakui Unesco, tapi melempem di dalam negeri? Mungkin karena beberapa hal; bahasanya adalah sastra klasik, sisi teatrikalnya monoton seperti dalang memainkan gerakan wayang, durasi pertunjukan terlalu lama, dan alur ceritanya yang klasik.

 

Sekarang muncul banyak kreasi, misalnya lakon cerita wayang di luar pakem, durasi pertunjukan singkat, dalang menggunakan pendekatan materi kekinian dengan mengajak para sinden bergoyang saat menyinden. Studio Wayang Kampung Sebelah (WKS) hadir dengan kreasi tokoh-tokoh pejabat era kini, mulai Pak RT, Pak Lurah sampai tentara, dengan tema banyolan dan topik kekinian. Semua ikhtiar di atas dalam rangka ‘nguri-uri’ budaya adiluhung bangsa Indonesia yang bernama wayang.

Tujuan sharing forum untuk berbagi tips teknik guiding. Seperti diharapkan tour guide mampu menjelaskan topik wayang secara runtut di studio wayang, sehingga turis mendapat pesan dan kesan mendalam setelah mengikuti program tersebut. Tantangannya adalah ”how to deliver” satu topik guiding. Di forum itulah didapatkan beberapa testimoni. Ada yang menggunakan alat peraga dengan tokoh Rama dan Janaka, atau membawa filosofi gunungan. Isi sharing waktu itu, bahwa pintu pertama agar berhasil dalam membawakan sebuah topik dalam guiding itulah arti “grab attention”.

Keluarga besar HPI bisa saling share dan berbagi aplikasi apa saja termasuk wayang. Tapi benarkah tidak semua dalang mau mementaskan lakon Baratayudha? Jika setiap kita mau berbagi lalu membuat  file-file data, maka HPI sudah punya Bank Data dari pengalaman anggota. Jika kita bersatu dalam semangat belajar dan berbagi, maka data-data ini bisa kita lengkapi untuk diklat HPI berikutnya.

Jadi yuk sinau bareng. Toh belum tentu seseorang mengetahui menjadi tahu dan bisa melakukannya, apalagi memberitahu yang belum bisa. Benarlah sharing senior guide kala itu ”Learning is good, sharing is better!” .


0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama